Kau, Sumber Cahayaku

Rembulan indah di atas sana tak kunjung terlihat. Apalagi titk-titk cahaya kecil yang sudah tak bisa lagi diharapkan lagi kemunculannya. Sumber cahaya buatan manusia pun ada batasnya. Daratan ini semakin diselimuti kegelapan.

Malam semakin larut. Suasana mulai sunyi dan sepi. Suara-suara yang sepanjang hari terdengar di telinga kini menghilang tanpa jejak. Yang terdengar hanya suara-suara pintu pagar dan rumah tetanggaku yang dikunci rapat-rapat, untuk mengamankan harta benda mereka. Suara itu pun terdengar sekali dan lenyap terurai di udara. Suara gonggongan anjing sesekali memekakkan telinga, pertanda makhluk-makhluk malam mulai berkeliaran, termasuk para pencuri.

Aku di sini, di tempat pembaringan ini, masih terjaga di tengah gelapnya malam. Mencoba untuk tertidur, tapi itu sulit ku lakukan. Otakku tak bisa berhenti bekerja. Bekerja diluar kendaliku. Terus-menerus memikirkanmu

Ketika ku tutup mata ini, mencoba terlelap. Hitam kelam kegelapan menyelimuti penglihatanku. Kemudian aku melihat setitik cahaya, satu-satunya sumber cahaya dalam kegelapanku. Semakin lama cahaya itu semakin mendekat ke arahku. Cahaya ini tidak menyilaukannku. Dari sumber cahaya ini tergambar jelas sosok seorang wanita. Wanita yang beberapa hari ini menemaniku. Wanita yang membuatku tersenyum. Wanita yang dari tadi tak hentinya ku pikirkan. Wanita yang terus menghantui pikiranku. Kaulah sumber cahayaku.

Sosokmu selalu hadir setiap kali ku tutup mata ini. Raut wajahmu, senyummu, candamu, mata indahmu, sosok keanggunanmu, terus-menerus hadir dalam pikiranku. Kehadiranmu membuat malam yang ku mimpikan menjadi terlihat nyata. Titik-titik cahaya kecil bermunculan di atas sana, berkelap kelip dengan indahnya. Rembulan kembali menerangi malam, menunjukkan pola senyuman manis kepadaku. 

Kau, sumber cahayaku. Dan malam indahmu, menemaniku sampai ku terlelap dalam mimpi yang indah.